Saturday, March 24, 2018

PERENCANAAN DAN PENGADAAN LOGISTIK OBAT



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perencanaan obat merupakan tahap awal kegiatan pengelolaan obat dan pengadaan obat yang merupakan faktor terbesar yang dapat menyebabkan pemborosan, maka perlu dilakukan efisiensi dan penghematan biaya. Pengelolaan persediaan obat yang tidak efisien akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit, baik medik maupun ekonomi. Perencanaan obat dalam Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 menyatakan bahwa harus  mempertimbangkan akan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan dan rencana pengembangan. 
Perencanaan yang telah dibuat harus dilakukan koreksi dengan menggunakan metode analisis nilai ABC untuk koreksi terhadap aspek ekonomis, karena suatu jenis obat dapat memakan anggaran besar disebabkan pemakaiannya banyak atau harganya mahal. Dengan analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis obat yang dimulai dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Pada dasarnya obat dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai kurang lebih 80% sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20%, golongan B jika obat tersebut mempunyai nilai 15% dengan jumlah obat sekitar 10% - 80%, dan golongan C jika obat mempunyai nilai 5% dengan jumlah obat sekitar 80% - 100% (Quick et al, 1997).
Untuk meminimalisir akan pengadaan obat yang kurang, maka instalasi farmasi dan manajemen rumah sakit perlu mengetahui secara jelas kebutuhan obat seperti dalam Permenkes Nomor 58 tahun 2014 menyatakan bahwa pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Pengadaan obat di instansi pemerintah khususnya rumah sakit harus transparan, adil, bertanggung jawab, efektif, efisien, kehati-hatian, kemandirian, integritas dan good corporate governance seperti dalam peraturan Presiden no 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah berlaku untuk pengadaan obat yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk menentukan sistem pengadaan dalam mempertimbangkan jenis, sifat dan nilai barang/jasa yang ada.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa itu manajemen logistik?
2.      Apa saja dasar-dasar fungsi manajemen logistik obat?
3.      Apa saja fungsi dasar manajemen logistik dalam pengelolaan obat yang berhubungan dengan perencanaan?
4.      Apa saja fungsi dasar manajemen logistik dalam pengelolaan obat yang berhubungan dengan pengadaan?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan-tujuan yang diharapkan dalam penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui dan memahami pengertian manajemen logistik.
2.      Mengetahui dan memahami dasar-dasar fungsi manajemen logistik obat.
3.      Mengetahui dan memahami fungsi dasar manajemen logistik dalam pengelolaan obat yang berhubungan dengan perencanaan.
4.      Mengetahui dan memahami fungsi dasar manajemen logistik dalam pengelolaan obat yang berhubungan dengan pengadaan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Manajemen Logistik
Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. (Subagya, 1994)
Martin (1988) mengartikan manajemen logistic sebagai proses yang secara strategik mengatur pengadaan bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi (dan informasi terkait) melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu.
Manajemen logistik obat adalah proses pengelolaan yang strategis mengenai pengadaan, distribusi dan penyimpanan obat dalam upaya mencapai kinerja yang optimal. (Indrawati, 1999)

2.2  Dasar-dasar Fungsi Manajemen Logistik Obat
Pengelolaan obat merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan obat dapat terwujud dengan baik apabila didukung dengan kemampuan sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem. Tujuan utama pengelolaan obat Kabupaten/Kota adalah tersedianya obat yang berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di unit pelayanan kesehatan. (Badan pengawas obat dan makanan, 2001)
Menurut badan pengawasan obat dan makanan (2001), pengelolaan obat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjamin:
1.      Tersedianya rencana kebutuhan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan PKD di Kabupaten / Kota.
2.      Tersedianya anggaran pengadaan obat yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya.
3.      Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien.
4.      Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik. 
5.      Terjaminnya pendistribusian obat yang efektif dengan waktu tunggu (lead time) yang pendek.
6.      Terpenuhinya kebutuhan obat yang mendukung PKD sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan. 
7.      Tersedianya sumber daya manusia (SDM) dengan jumlah dan kualifikasi yang tepat.
8.      Digunakannya obat secara rasional sesuai dengan pedoman yang disepakati. 
9.      Tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang sahih, akurat dan mutkakhir. 
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Sistem Pengelolaan dan Penggunaan Obat Kabupaten/Kota mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu: perumusan kebutuhan (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat (use). Keempat fungsi tersebut didukung oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing andsustainability), pengelolaan informasi (information management) danpengelolaan dan pengembangan SDM (human resources magament). Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen sistem pendukung pengelolaan tersebut didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program bidang obat dan pengobatan. Hubungan antara fungsi, sistem pendukung dan dasar pengelolaan obat dapat digambarkan seperti skema berikut:
Sumber: Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2001
Pada prinsipnya perencanaan obat merupakan suatu proses kegiatan menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pengadaan obat agar sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Adapun tujuan perencanaan pengadaan obat antara lain Untuk:
1.      Mengetahui jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan,
2.      Menghindari terjadinya kekosongan obat,
3.      Meningkatkan penggunaan obat yang rasional,
4.      Meningkatkan efisiensi penggunaan obat. 
Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen Yanfar dan Alkes Depkes RI) menyebutkan bahwa perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas ke Unit Pengelola Obat/Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang selanjutnya dokompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan Kabupaten/Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya (KepmenkesRINo.1.412/Menkes/SK/XI/ 2002).
Disamping itu Ditjen Yanfar dan Alkes Depkes RI juga mengatakan bahwa perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh Puskesmas merupakan salah satu faktor dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Data ini sangat penting untuk perencanaan kebutuhan obat di Puskesmas. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kabupatan / Kota. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yaitu formulir yang lazim digunakan di unit pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah. 
Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan bahwa perencanaan kebutuhan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. (Badan pengawas obat dan makanan, 2001).
Dalam UU RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan kaitan dengan perencanaan obat, Bab V bagian ke-11 pasal 40 menyebutkan bahwa Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakologi Indonesia (FI) dan atau buku standar lain.
Menurut Kristin (2002) ada enam langkah utama yang harus dilakukan dalam proses perencanaan obat:
1.       Menetapkan Tim Perencanaan Logistik
2.       Menetapkan tujuan perencanaan logistik obat
3.       Menetapkan prioritas
4.       Menggambarkan keadaan setempat dan ketersediaan sumber daya
5.       Mengidentifikasi kelemahan dalam proses logistik
6.       Membuat rancangan perbaikan 
Data yang   diperlukan untuk mendukung proses perencanaan obat antara lain:
1.      Data populasi total di suatu wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun.
2.      Data status kesehatan yang menyangkut angka penyakit terbanyak pada dewasa dan anak.
3.      Data yang berkaitan dengan obat, seperti jumlah penulis resep (prescriber), jumlah biaya yang tersedia, jumlah farmasis dan asisten apoteker dan jumlah item obat yang tersedia di pasaran.

2.3  Fungsi Dasar Manajemen Logistik dalam Pengelolaan Obat
2.3.1        Perumusan Kebutuhan atau Perencanaan
Proses perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat berdasarkan Kepmenkes RI No. 1121/Menkes/SK/XII tahun 2008, antara lain:
1.      Tahap Pemilihan Obat 
Fungsi pemilihan/seleksi obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapat perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi:
a.       Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan risiko efek samping yang ditimbulkan 
b.      Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
c.       Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik 
d.      Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
Kriteria pemilihan obat, sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu: 
a.       Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit
b.      Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah
c.       Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal
d.      Obat memiliki mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavailabilitasnya
e.       Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik
f.       Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa maka pilihan diberikan kepada obat yang:
-          Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
-          Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan
-          Stabilitas yang baik
-          Paling mudah diperoleh
g.      Harga terjangkau
h.      Obat sedapat mungkin sediaan tunggal
Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan:
-          Kontra Indikasi
-          Peringatan dan Perhatian
-          Efek samping
-          Stabilitas 
Pemilihan obat didasarkan pada obat generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku.
2.      Tahapan Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat diunit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari laporan pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok optimum.
Informasi yang diperoleh adalah:
a.       Pemakaian tiap jenis obat masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun
b.      Presentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakain setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas
c.       Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat kabupaten/kota secara periodik.
3.      Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.
a.       Metode konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.      Pengumpulan dan pengolahan data
2.      Analisa data untuk informasi dan evaluasi
3.      Perhitungan perkirakan kebutuhan obat
4.      Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang medekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi:
1.      Daftar obat
2.      Stok awal
3.      Penerimaan 
4.      Pengeluaran 
5.      Sisa stok
6.      Obat hilang/rusak, kadaluarsa
7.      Kekosongan obat
8.      Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun
9.      Waktu tunggu
10.  Stok pengaman
11.  Perkembangan pola kunjungan
Rumus:
                  A = ( B+C+D) – E
Ket:
A = Rencana Pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 Bulan
C = Stok pengaman 10% - 20%
D = Waktu tunggu 3 - 6 Bulan
E = Sisa Stok
b.      Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman. Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah:
1.      Menetapkan pola penyakit berdasarkan kelompok umur – penyakit
2.      Menyiapkan data populasi penduduk
Komposisi demografi dari populasi yang akan di klasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara:
-          0 s/d 4 tahun
-          5 s/d 14 tahun
-          15 s/d 44 tahun
-          ≥ 45 tahun
3.      Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada
4.      Menghitung frekuensi kejadian masing- masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada
5.      Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
6.      Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahunanggaran yang akan datang.
4.      Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat
Proyeksi kebutuhan obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan dari berbagai sumber anggaran.
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:
a.       Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang. Stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok pengaman.
b.      Text Box:    
 a = b + c + d – e – f
Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang kan datang. Perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ket:
a = Perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang
b = Kebutuhan obat dan pembekalan kesehatan untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang bersangkutan)
c = Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang
d = Perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman)
e = Stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun sebelumnya di unit pengelola obat
f = Rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Januari s/d desember)
c.       Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara :
1)      Melakukan analisis ABC – VEN
2)      Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
d.      Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan melakukan kegiatan:
1)      Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber
2)      Menghitung presentase anggaran masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber
3)      Menghitung presentase anggaran masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber.
4)      Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat
5.      Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat
Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara:

a.       Analisa ABC
Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu
Kelompok A:
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Kelompok B:
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Kelompok C:
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah – langkah menentukan kelompok A, B dan C
1)      Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan kuantuk obat dengan harga obat.
2)      Tentukan rangkingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil
3)      Hitung presentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan 
4)      Hitung kumulasi persennya
5)      Obat kelompok A termasuk dalam konsumsi 70%
6)      Obat kelompok B termasuk dalam konsumsi > 70% s/d 90%
7)      Obat kelompok B termasuk dalam konsumsi > 90% s/d 100%

b.      Analisa VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:
Kelompok V
Adalah kelompok obat vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:
1)      Obat penyelamat (life saving drugs)
2)      Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll)
3)      Obat untuk mengatasi penyakit-penyakitpenyebab kematian terbesar
Kelompok E
Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.
Kelompok N
Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk:
a.       Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat-obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokkan obat menurut VEN.
b.      Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.
Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain:
-          Klinis 
-          Konsumsi 
-          Target kondisi
-          Biaya 
Langkah – langkah menentukan VEN
-          Menyusun kriteria menentukan VEN
-          Menyediakan data pola penyakit
-          Merujuk pada pedoman pengobatan
Kristin menuliskan bahwa untuk melakukan perencanaan kebutuhan obat harus mengetahui jelas dasar-dasarnya misalnya antara lain seleksi obat, obat esensial, perkiraan kebutuhan obat, jaminan mutu, seleksi penyedia (supplier) dan formularium. Ketersediaan obat secara luas dan murah merupakan salah satu indikator penting dalam upaya pelayanan kesehatan. Sebab obat bukan hanya untuk menyembuhkan penderita saja, akan tetapi secara tidak langsung obat berguna untuk mencegah, mengurangi, menekan dan memberantas berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu obat perlu dikelola secara efektif dan efisien agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan.
Masalah yang sering dihadapi diantaranya bagaimana melakukan perencanaan kebutuhan obat, jenis obat apa saja yang harus disediakan, bagaimana memperkirakan kebutuhan obat di berbagai populasi dan bagaimana menjamin mutu dan keamanan obat bagi setiap individu penggunanya. Masalah bisa ditanggulangi apabila proses perencanaan suplai obat didasarkan pada kriteria tententu. Pada kenyataannya proses perencanaan kebutuhan obat bukan merupakan hal yang mudah, karena suplai obat merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan berkaitan dengan komponen lain. Misalnya sebelum merencanakan kebutuhan obat harus mengetahui informasi tentang besar populasi yang akan dicakup, pola morbiditas dan mortalitas penyakit (angka kesakitan dan kematian akibat penyakit), anggaran yang tersedia serta perkiraan obat yang dibutuhkan di masa mendatang.
Perkiraan kebutuhan obat dalam suatu populasi harus ditetapkan dan ditelaah secara rutin agar penyediaan obat sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga metode untuk memperkirakan kebutuhan obat dalam populasi:

a.       Berdasarkan prevalensi penyakit dalam populasi (population based)
Population based merupakan metode penghitungan kebutuhan obatberdasarkan prevalensi penyakit dalam masyarakat dan menggunakan pedoman pengobatan yang baku untuk memperkirakan jumlah obat yang diperlukan. Penghitungan dengan metode ini diperlukan data akurat mengenai data prevalensi penyakit yang sering diderita oleh masyarakat termasuk kelompok umur yang rentan terhadap masingmasing penyakit. Hal ini tentu diperlukan survai atau pengumpulan data rutin mengenai pola epidemiologi penyakit (morbiditas dan mortalitas) di daerah setempat. Population based merupakan metode ideal untuk menghitung kebutuhan obat secara riil. Untuk dapat menggunakan metode ini diperlukan ketersediaan dana yang cukup untuk mengatasi setiap morbiditas penyakit secara adekuat.
b.      Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan (service based)
Service based merupakan metode penghitungan kebutuhan obatberdasarkan jenis pelayanan kesehatan yang teredia serta jenis penyakit yang pada umumnya ditangani oleh masing-masing pusat pelayanan kesehatan. Berbeda dengan metode population based yang berdasarkan pola epidemiologi penyakit, service based lebih mendasarkan pada jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang ada. Secara teknis metode ini lebih tertuju pada kondisi penyakit tertentu yang ditangani oleh unit pelayanan kesehatan yang ada, yang biasanya hanya menyediakan jenis pelayanan kesehatan tertentu saja. Metode ini kurang menggambarkan kebutuhan obat dalam populasi yang sebenarnya, karena pola penyakit masyarakat yang tidak berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan tidak tergambarkan dengan baik.
c.       Berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya (consumption based)
Consumption based merupakan penghitungan kebutuhan obatberdasarkan pada data pemaikaian obat tahun sebelumnya. Perkiraan kebutuhan obat dengan metode ini pada umumnya bermanfaat bila data penggunaan obat dari tahun ke tahun tersedia secara lengkap dan konsumsi di unit pelayanan kesehatan bersifat konstan atau tidak fluktuatif.



2.3.2        Pengadaan (Procurement)
Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan.
Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tujuan pengadaan obat adalah: 
1.      Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan 
2.      Mutu obat terjamin 
3.      Obat dapat diperoleh pada saat dibutuhkan 
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain:
1.      Kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan 
2.      Persyaratan pemasok 
3.      Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat 
4.      Penerimaan dan pemeriksaan obat 
5.      Pemantauan status pesanan 
Ada beberapa kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan antaralain: 
1.      Obat termasuk dalam Daftar Obat Publik, Obat Program Kesehatan, Obat Generik yang tercantum dalam DOEN yang masih berlaku 
2.      Obat telah memiliki Izin Edar atau Nomor Regristrasi dari Departemen Kesehatan RI 
3.      Batas kedaluwarsa obat pada saat pengadaan minimal 3 tahun dan dapat ditambah 6 bulan sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa untuk diganti dengan obat yang masa kedaluwarsanya lebih jauh 
4.      Obat memiliki Sertifikat Analisa dan Uji Mutu yang sesuai dengan nomor batch masing-masing produk 
5.      Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB 
6.      Obat termasuk dalam katagori VEN 
Listiani mengatakan bahwa hasil evaluasi pengadaan obat padatahun 2001 terdapat beberapa hal antara lain:
1.      Penyediaan kebutuhan obat masih terkesan klasik dalam arti kurang variatif dan belum sepenuhnya mengakomodir kebutuhan 
2.      Banyak mengacu pada kebutuhan tahun lalu dengan pertimbangan berdasarkan konsumsi tahun lalu dan trend penyakit 
3.      Belum menggambarakan inovasi akibat masih dalam “mencari pola” 
4.      Ketidakjelasan informasi sehingga masih mengintip dan mencari informasi apakah pusat dan propinsi akan juga mengirimkan obat. 
Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa upaya yang perludilakukan antara lain:
1.      Perencanaan kebutuhan obat memerlukan strategi yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Perencanaan yang sekarang masih mencari pola baru dan masih belum mengacu konsep dasar ilmiah yang seharusnya dilakukan 
2.      Keraguan dari pelaksana dalam mencari bentuk perencanaan di era otonomi daerah yang dapat mengakomodir antara riil kebutuhan masyarakat dan dari pelaksana Puskesmas yang semakin beragam permintaan 
3.      Kedepan diperlukan Tim Perencanaan Kebutuhan Obat di Kabupaten / Kota yang akan menyeleksi usulan dari Puskesmas dan dengan informasi langsung dari Instalasi Farmasi, sebagai penunjang diperlukan Sistem Informasi Perencanaan Kebutuhan Obat.
Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dibiayai oleh berbagai sumber anggaran. Oleh karena itu koordinasi dan keterpaduan perencanaan pengadaan obat publik mutlak diperlukan, sehingga pembentukan Tim Perencanaan Obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana obat melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten / Kota. (Kepmenkes RI No. 1412/Menkes/SK/2002).


Manfaat Perencanaan Obat terpadu antara lain:
1.      Menghindari tumpah tindih penggunaan anggaran
2.      Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan
3.      Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran 
4.      Estimasi kebutuhan obat lebih tepat 
5.      Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat
6.      Pemanfaatan dana pengadaan obat dapat lebih optimal 
Tugas Tim Perencanaan Obat Terpadu antara lain:
1.      Mengevaluasi semua aspek pengadaan obat tahun sebelumnya
2.      Mengevaluasi ketersediaan anggaran dan jumlah pengadaan obat
3.      Merencanakan kebutuhan obat berdasarkan estimasi kebutuhan obat publik untuk Unit Pelayanan Kesehatan Dasar dan Program Kesehatan untuk tahun berikutnya berdasarkan data dari Unit Pelayanan Kesehatan 
Menurut Thabrany (2005), hasil evaluasi Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) Depkes RI tahun 1996, terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan obat di Kabupaten / Kota antara lain: 
1.      Anggaran pengadaan obat dari berbagai sumber untuk pelayanan kesehatan dasar dan program kesehatan yang ditetapkan oleh Kabupaten / Kota pada umumnya tidak mencukupi kebutuhan
2.      Pengelolaan obat yang berasal dari berbagai sumber anggaran belum berjalan seperti yang diharapkan
3.      Perencanaan obat belum sepenuhnya memperhitungkan semua sumber anggaran yang ada
4.      Pendistribusian obat masih belum memenuhi jadwal distribusi yang ditetapkan karena keterbatasan dana dan sarana yang ada
5.      Penggunaan obat yang irasional. Peresepan obat pada umumnya belum berdasarkan standar pengobatan yang telah ditetapkan. Apabila penggunaan obat irasional dapat ditekan, maka dapat menghemat biaya sebesar 28 %.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Manajemen logistik obat adalah proses pengelolaan yang strategis mengenai pengadaan, distribusi dan penyimpanan obat dalam upaya mencapai kinerja yang optimal.
      Pengelolaan obat merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Tujuan utama pengelolaan obat Kabupaten/Kota adalah tersedianya obat yang berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di unit pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Sistem Pengelolaan dan Penggunaan Obat Kabupaten/Kota mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu: perumusan kebutuhan (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat (use). Keempat fungsi tersebut didukung oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing andsustainability), pengelolaan informasi (information management) danpengelolaan dan pengembangan SDM (human resources magament).
      Untuk melakukan perencanaan kebutuhan obat harus mengetahui jelas dasar-dasarnya misalnya antara lain seleksi obat, obat esensial, perkiraan kebutuhan obat, jaminan mutu, seleksi penyedia (supplier) dan formularium. Ketersediaan obat secara luas dan murah merupakan salah satu indikator penting dalam upaya pelayanan kesehatan. Sebab obat bukan hanya untuk menyembuhkan penderita saja, akan tetapi secara tidak langsung obat berguna untuk mencegah, mengurangi, menekan dan memberantas berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu obat perlu dikelola secara efektif dan efisien agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan.
      Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan. Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dibiayai oleh berbagai sumber anggaran. Oleh karena itu koordinasi dan keterpaduan perencanaan pengadaan obat publik mutlak diperlukan, sehingga pembentukan Tim Perencanaan Obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana obat melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten / Kota. (Kepmenkes RI No. 1412/Menkes/SK/2002).






DAFTAR PUSTAKA

Ejournal.unsrat.ac.id (Diakses tanggal 16 Maret 2016)
Repository.usu.ac.id (Diakses tanggal 16 Maret 2016)

1 comment:

  1. If you're looking to lose fat then you absolutely need to jump on this totally brand new personalized keto meal plan diet.

    To produce this service, licenced nutritionists, personal trainers, and professional cooks have united to develop keto meal plans that are efficient, painless, money-efficient, and delicious.

    Since their first launch in 2019, 100's of clients have already completely transformed their body and well-being with the benefits a professional keto meal plan diet can give.

    Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones offered by the keto meal plan diet.

    ReplyDelete