BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perencanaan
obat merupakan tahap awal kegiatan pengelolaan obat dan pengadaan obat yang
merupakan faktor terbesar yang dapat menyebabkan pemborosan, maka perlu
dilakukan efisiensi dan penghematan biaya. Pengelolaan persediaan obat yang
tidak efisien akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit, baik medik
maupun ekonomi. Perencanaan obat dalam Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 menyatakan
bahwa harus mempertimbangkan akan
anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian
periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan dan rencana pengembangan.
Perencanaan yang telah
dibuat harus dilakukan koreksi dengan menggunakan metode analisis nilai ABC
untuk koreksi terhadap aspek ekonomis, karena suatu jenis obat dapat memakan
anggaran besar disebabkan pemakaiannya banyak atau harganya mahal. Dengan
analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis obat yang dimulai dari
golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Pada dasarnya obat dibagi dalam
tiga golongan yaitu golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai kurang lebih
80% sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20%, golongan B jika obat tersebut
mempunyai nilai 15% dengan jumlah obat sekitar 10% - 80%, dan golongan C jika
obat mempunyai nilai 5% dengan jumlah obat sekitar 80% - 100% (Quick et al,
1997).
Untuk meminimalisir akan
pengadaan obat yang kurang, maka instalasi farmasi dan manajemen rumah sakit
perlu mengetahui secara jelas kebutuhan obat seperti dalam Permenkes Nomor 58
tahun 2014 menyatakan bahwa pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin
ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan
sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai
dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan
dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Pengadaan obat di instansi pemerintah khususnya rumah sakit
harus transparan, adil, bertanggung jawab, efektif, efisien, kehati-hatian,
kemandirian, integritas dan good corporate governance seperti dalam peraturan
Presiden no 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah berlaku
untuk pengadaan obat yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk menentukan
sistem pengadaan dalam mempertimbangkan jenis, sifat dan nilai barang/jasa yang
ada.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa itu manajemen logistik?
2. Apa saja dasar-dasar fungsi
manajemen logistik obat?
3. Apa saja fungsi dasar
manajemen logistik dalam pengelolaan obat yang berhubungan dengan perencanaan?
4. Apa saja fungsi dasar
manajemen logistik dalam pengelolaan obat yang berhubungan dengan pengadaan?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan-tujuan yang diharapkan dalam penulisan
makalah ini berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami
pengertian manajemen logistik.
2. Mengetahui dan memahami dasar-dasar
fungsi manajemen logistik obat.
3. Mengetahui dan memahami fungsi
dasar manajemen logistik dalam pengelolaan obat yang berhubungan dengan
perencanaan.
4. Mengetahui dan memahami fungsi
dasar manajemen logistik dalam pengelolaan obat yang berhubungan dengan
pengadaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Manajemen
Logistik
Manajemen
logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai
perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. (Subagya, 1994)
Martin (1988) mengartikan
manajemen logistic sebagai proses yang secara strategik mengatur pengadaan
bahan (procurement), perpindahan dan
penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi (dan informasi terkait)
melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu.
Manajemen
logistik obat adalah proses pengelolaan yang strategis mengenai pengadaan,
distribusi dan penyimpanan obat dalam upaya mencapai kinerja yang optimal.
(Indrawati, 1999)
2.2
Dasar-dasar Fungsi Manajemen
Logistik Obat
Pengelolaan obat merupakan suatu proses yang dimaksudkan
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan obat dapat
terwujud dengan baik apabila didukung dengan kemampuan sumber daya yang
tersedia dalam suatu sistem. Tujuan utama pengelolaan obat Kabupaten/Kota
adalah tersedianya obat yang berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis
dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di
unit pelayanan kesehatan. (Badan pengawas obat dan makanan, 2001)
Menurut badan pengawasan
obat dan makanan (2001), pengelolaan obat yang efektif dan efisien diharapkan
dapat menjamin:
1. Tersedianya rencana
kebutuhan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan PKD di Kabupaten / Kota.
2. Tersedianya anggaran
pengadaan obat yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya.
3. Terlaksananya pengadaan obat
yang efektif dan efisien.
4. Terjaminnya penyimpanan obat
dengan mutu yang baik.
5. Terjaminnya pendistribusian
obat yang efektif dengan waktu tunggu (lead
time) yang pendek.
6. Terpenuhinya kebutuhan obat
yang mendukung PKD sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan.
7. Tersedianya sumber daya
manusia (SDM) dengan jumlah dan kualifikasi yang tepat.
8. Digunakannya obat secara
rasional sesuai dengan pedoman yang disepakati.
9. Tersedianya informasi
pengelolaan dan penggunaan obat yang sahih, akurat dan mutkakhir.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Sistem
Pengelolaan dan Penggunaan Obat Kabupaten/Kota mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu:
perumusan kebutuhan (selection),
pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat (use). Keempat fungsi tersebut didukung
oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing andsustainability), pengelolaan informasi (information management) danpengelolaan
dan pengembangan SDM (human resources
magament). Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen sistem
pendukung pengelolaan tersebut didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan yang mantap serta didukung
oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program bidang obat
dan pengobatan. Hubungan antara fungsi, sistem pendukung dan dasar pengelolaan
obat dapat digambarkan seperti skema berikut:

Sumber: Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, 2001
Pada prinsipnya perencanaan
obat merupakan suatu proses kegiatan menentukan jenis dan jumlah obat dalam
rangka pengadaan obat agar sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.
Adapun tujuan perencanaan pengadaan
obat antara lain Untuk:
1. Mengetahui jenis dan jumlah
obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan,
2. Menghindari terjadinya
kekosongan obat,
3. Meningkatkan penggunaan obat
yang rasional,
4. Meningkatkan efisiensi
penggunaan obat.
Menurut Direktorat Jenderal
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (Ditjen Yanfar dan Alkes Depkes RI) menyebutkan bahwa perencanaan
pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang
menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan
perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk
menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan.
Proses perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari
data yang disampaikan Puskesmas ke Unit Pengelola Obat/Gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang selanjutnya dokompilasi menjadi rencana kebutuhan
obat publik dan perbekalan kesehatan Kabupaten/Kota yang dilengkapi dengan
teknik-teknik perhitungannya (KepmenkesRINo.1.412/Menkes/SK/XI/ 2002).
Disamping itu Ditjen Yanfar
dan Alkes Depkes RI juga mengatakan bahwa perencanaan kebutuhan obat untuk
Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh Puskesmas merupakan
salah satu faktor dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan.
Data ini sangat penting untuk perencanaan kebutuhan obat di Puskesmas.
Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap
ketersediaan dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kabupatan / Kota.
Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) yaitu formulir yang lazim digunakan di unit pelayanan
kesehatan dasar milik pemerintah.
Badan Pengawas Obat dan
Makanan menyebutkan bahwa perencanaan kebutuhan obat adalah salah satu aspek
penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan akan
mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan
kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk menetapkan jenis dan
jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar
termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. (Badan pengawas obat dan
makanan, 2001).
Dalam UU RI Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan kaitan dengan perencanaan obat, Bab V bagian ke-11 pasal
40 menyebutkan bahwa Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus
memenuhi syarat Farmakologi Indonesia (FI) dan atau buku standar lain.
Menurut Kristin (2002) ada
enam langkah utama yang harus dilakukan dalam proses perencanaan obat:
1. Menetapkan Tim Perencanaan
Logistik
2. Menetapkan tujuan
perencanaan logistik obat
3. Menetapkan prioritas
4. Menggambarkan keadaan
setempat dan ketersediaan sumber daya
5. Mengidentifikasi kelemahan
dalam proses logistik
6. Membuat rancangan
perbaikan
Data yang diperlukan untuk mendukung proses perencanaan
obat antara lain:
1. Data populasi total di suatu
wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun.
2. Data status kesehatan yang
menyangkut angka penyakit terbanyak pada dewasa dan anak.
3. Data yang berkaitan dengan
obat, seperti jumlah penulis resep (prescriber),
jumlah biaya yang tersedia, jumlah farmasis dan asisten apoteker dan jumlah
item obat yang tersedia di pasaran.
2.3
Fungsi Dasar Manajemen
Logistik dalam Pengelolaan Obat
2.3.1
Perumusan Kebutuhan atau
Perencanaan
Proses perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama
sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam
kegiatan perencanaan kebutuhan obat berdasarkan Kepmenkes RI No.
1121/Menkes/SK/XII tahun 2008, antara lain:
1. Tahap Pemilihan Obat
Fungsi pemilihan/seleksi
obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan
pola penyakit. Untuk mendapat perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali
dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi:
a. Obat dipilih berdasarkan
seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik
dibandingkan dengan risiko efek samping yang ditimbulkan
b. Jenis obat yang dipilih
seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila
terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak,
maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya
tinggi.
c. Jika ada obat baru, harus
ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik
d. Menghindari penggunaan obat
kombinasi, kecuali jika obat kombinasi tersebut mempunyai efek yang lebih baik
dibanding obat tunggal.
Kriteria pemilihan obat, sebelum
melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan
sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu:
a. Obat merupakan kebutuhan
untuk sebagian besar populasi penyakit
b. Obat memiliki keamanan dan
khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah
c. Obat memiliki manfaat yang
maksimal dengan resiko yang minimal
d. Obat memiliki mutu yang
terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavailabilitasnya
e. Biaya pengobatan mempunyai
rasio antara manfaat dan biaya yang baik
f. Bila terdapat lebih dari
satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa maka pilihan diberikan
kepada obat yang:
-
Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
-
Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan
-
Stabilitas yang baik
-
Paling mudah diperoleh
g. Harga terjangkau
h. Obat sedapat mungkin sediaan
tunggal
Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus
mempertimbangkan:
-
Kontra Indikasi
-
Peringatan dan Perhatian
-
Efek samping
-
Stabilitas
Pemilihan obat didasarkan
pada obat generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang
masih berlaku.
2. Tahapan Kompilasi Pemakaian
Obat
Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data
pemakaian obat diunit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari laporan
pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat
digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok optimum.
Informasi yang diperoleh
adalah:
a. Pemakaian tiap jenis obat
masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun
b. Presentase pemakaian tiap
jenis obat terhadap total pemakain setahun seluruh unit pelayanan
kesehatan/puskesmas
c. Pemakaian rata-rata untuk
setiap jenis obat untuk tingkat kabupaten/kota secara periodik.
3. Tahap Perhitungan Kebutuhan
Obat
Dalam
merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan
kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau
metode morbiditas.
a. Metode konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa
data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan
berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Pengumpulan dan pengolahan data
2.
Analisa data untuk informasi dan evaluasi
3.
Perhitungan perkirakan kebutuhan obat
4. Penyesuaian jumlah kebutuhan
obat dengan alokasi dana
Untuk
memperoleh data kebutuhan obat yang medekati ketepatan, perlu dilakukan analisa
trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu
dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi:
1. Daftar obat
2.
Stok awal
3. Penerimaan
4. Pengeluaran
5. Sisa stok
6. Obat hilang/rusak,
kadaluarsa
7. Kekosongan obat
8. Pemakaian
rata-rata/pergerakan obat pertahun
9. Waktu tunggu
10. Stok pengaman
11. Perkembangan pola kunjungan

A = ( B+C+D) – E
Ket:
A =
Rencana Pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12
Bulan
C = Stok pengaman 10% - 20%
D = Waktu tunggu 3 - 6 Bulan
E = Sisa Stok
b. Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat
berdasarkan pola penyakit. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan adalah
perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman. Langkah-langkah
perhitungan metode morbiditas adalah:
1. Menetapkan pola penyakit
berdasarkan kelompok umur – penyakit
2. Menyiapkan data populasi
penduduk
Komposisi demografi dari populasi yang akan di klasifikasikan
berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara:
-
0 s/d 4 tahun
-
5 s/d 14 tahun
-
15 s/d 44 tahun
-
≥ 45 tahun
3. Menyediakan data
masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang
ada
4. Menghitung frekuensi
kejadian masing- masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok
umur yang ada
5. Menghitung jenis, jumlah,
dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang
ada.
6. Menghitung jumlah yang harus
diadakan untuk tahunanggaran yang akan datang.
4. Tahap Proyeksi Kebutuhan
Obat
Proyeksi kebutuhan obat adalah perhitungan kebutuhan obat
secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa
stok pada periode yang masih berjalan dari berbagai sumber anggaran.
Pada tahap ini kegiatan yang
dilakukan adalah:
a. Menetapkan perkiraan stok
akhir periode yang akan datang. Stok akhir diperkirakan sama dengan hasil
perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan
ditambah stok pengaman.
b.
Menghitung perkiraan
kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang kan datang. Perkiraan kebutuhan
pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ket:
a = Perkiraan kebutuhan
pengadaan obat tahun yang akan datang
b = Kebutuhan obat dan
pembekalan kesehatan untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang
bersangkutan)
c = Kebutuhan obat untuk
tahun yang akan datang
d = Perkiraan stok akhir
tahun (waktu tunggu dan stok pengaman)
e = Stok awal periode
berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun sebelumnya di unit pengelola obat
f = Rencana
penerimaan obat pada periode berjalan (Januari s/d desember)
c. Menghitung perkiraan
anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara :
1) Melakukan analisis ABC – VEN
2) Menyusun prioritas kebutuhan
dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
d. Pengalokasian kebutuhan obat
berdasarkan sumber anggaran dengan melakukan kegiatan:
1) Menetapkan kebutuhan
anggaran untuk masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber
2) Menghitung presentase
anggaran masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber
3) Menghitung presentase
anggaran masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber.
4) Mengisi lembar kerja
perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan formulir lembar kerja
perencanaan pengadaan obat
5. Tahap Penyesuaian Rencana
Pengadaan Obat
Dengan melaksanakan
penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia maka
informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas
masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun
yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara:
a. Analisa ABC
Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang
paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh
relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan
obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan,
10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar
90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC
mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu
Kelompok A:
Adalah kelompok jenis obat
yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70%
dari jumlah dana obat keseluruhan.
Kelompok B:
Adalah kelompok jenis obat
yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%
dari jumlah dana obat keseluruhan.
Kelompok C:
Adalah kelompok jenis obat
yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10%
dari jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah – langkah menentukan
kelompok A, B dan C
1) Hitung jumlah dana yang
dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan kuantuk obat dengan
harga obat.
2) Tentukan rangkingnya mulai
dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil
3) Hitung presentasenya
terhadap total dana yang dibutuhkan
4) Hitung kumulasi persennya
5) Obat kelompok A termasuk
dalam konsumsi 70%
6)
Obat kelompok B termasuk dalam konsumsi > 70% s/d 90%
7) Obat kelompok B termasuk
dalam konsumsi > 90% s/d 100%
b. Analisa VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana
obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada
dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam
daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:
Kelompok V
Adalah kelompok obat vital, yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain:
1) Obat penyelamat (life saving drugs)
2) Obat untuk pelayanan
kesehatan pokok (vaksin, dll)
3) Obat untuk mengatasi
penyakit-penyakitpenyebab kematian terbesar
Kelompok E
Adalah kelompok obat yang
bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.
Kelompok N
Merupakan obat penunjang
yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan
kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
Penggolongan obat sistem VEN
dapat digunakan untuk:
a. Penyesuaian rencana
kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat-obatan yang perlu
ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokkan obat menurut VEN.
b. Dalam penyusunan rencana
kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan
obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria
penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan
kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.
Kriteria yang disusun dapat
mencakup berbagai aspek antara lain:
-
Klinis
-
Konsumsi
-
Target kondisi
-
Biaya
Langkah – langkah menentukan
VEN
-
Menyusun kriteria menentukan VEN
-
Menyediakan data pola penyakit
-
Merujuk pada pedoman pengobatan
Kristin menuliskan bahwa
untuk melakukan perencanaan kebutuhan obat harus mengetahui jelas
dasar-dasarnya misalnya antara lain seleksi obat, obat esensial, perkiraan
kebutuhan obat, jaminan mutu, seleksi penyedia (supplier) dan formularium.
Ketersediaan obat secara luas dan murah merupakan salah satu indikator penting
dalam upaya pelayanan kesehatan. Sebab obat bukan hanya untuk menyembuhkan
penderita saja, akan tetapi secara tidak langsung obat berguna untuk mencegah,
mengurangi, menekan dan memberantas berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu
obat perlu dikelola secara efektif dan efisien agar dapat mencapai sasaran yang
diharapkan.
Masalah yang sering dihadapi
diantaranya bagaimana melakukan perencanaan kebutuhan obat, jenis obat apa saja
yang harus disediakan, bagaimana memperkirakan kebutuhan obat di berbagai
populasi dan bagaimana menjamin mutu dan keamanan obat bagi setiap individu
penggunanya. Masalah bisa ditanggulangi apabila proses perencanaan suplai obat
didasarkan pada kriteria tententu. Pada kenyataannya proses perencanaan
kebutuhan obat bukan merupakan hal yang mudah, karena suplai obat merupakan
proses yang berlangsung secara terus menerus dan berkaitan dengan komponen
lain. Misalnya sebelum merencanakan kebutuhan obat harus mengetahui informasi
tentang besar populasi yang akan dicakup, pola morbiditas dan mortalitas
penyakit (angka kesakitan dan kematian akibat penyakit), anggaran yang tersedia
serta perkiraan obat yang dibutuhkan di masa mendatang.
Perkiraan kebutuhan obat
dalam suatu populasi harus ditetapkan dan ditelaah secara rutin agar penyediaan
obat sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga metode untuk memperkirakan kebutuhan
obat dalam populasi:
a. Berdasarkan prevalensi
penyakit dalam populasi (population based)
Population based merupakan metode
penghitungan kebutuhan obatberdasarkan prevalensi penyakit dalam masyarakat dan
menggunakan pedoman pengobatan yang baku untuk memperkirakan jumlah obat yang
diperlukan. Penghitungan dengan metode ini diperlukan data akurat mengenai data
prevalensi penyakit yang sering diderita oleh masyarakat termasuk kelompok umur
yang rentan terhadap masingmasing penyakit. Hal ini tentu diperlukan survai
atau pengumpulan data rutin mengenai pola epidemiologi penyakit (morbiditas dan
mortalitas) di daerah setempat. Population based merupakan metode ideal untuk
menghitung kebutuhan obat secara riil. Untuk dapat menggunakan metode ini
diperlukan ketersediaan dana yang cukup untuk mengatasi setiap morbiditas
penyakit secara adekuat.
b. Berdasarkan jenis pelayanan
kesehatan (service based)
Service based merupakan metode
penghitungan kebutuhan obatberdasarkan jenis pelayanan kesehatan yang teredia
serta jenis penyakit yang pada umumnya ditangani oleh masing-masing pusat
pelayanan kesehatan. Berbeda dengan metode population based yang berdasarkan
pola epidemiologi penyakit, service based lebih mendasarkan pada jumlah dan
jenis pelayanan kesehatan yang ada. Secara teknis metode ini lebih tertuju pada
kondisi penyakit tertentu yang ditangani oleh unit pelayanan kesehatan yang
ada, yang biasanya hanya menyediakan jenis pelayanan kesehatan tertentu saja.
Metode ini kurang menggambarkan kebutuhan obat dalam populasi yang sebenarnya,
karena pola penyakit masyarakat yang tidak berkunjung ke pusat pelayanan
kesehatan tidak tergambarkan dengan baik.
c. Berdasarkan pemakaian obat
tahun sebelumnya (consumption based)
Consumption based merupakan penghitungan
kebutuhan obatberdasarkan pada data pemaikaian obat tahun sebelumnya. Perkiraan
kebutuhan obat dengan metode ini pada umumnya bermanfaat bila data penggunaan
obat dari tahun ke tahun tersedia secara lengkap dan konsumsi di unit pelayanan
kesehatan bersifat konstan atau tidak fluktuatif.
2.3.2
Pengadaan (Procurement)
Pengadaan obat
publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat yang
dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat publik dan perbekalan
kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten /
Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan.
Pengadaan Barang dan Jasa
Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Tujuan pengadaan obat adalah:
1. Tersedianya obat dengan
jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan
2. Mutu obat terjamin
3. Obat dapat diperoleh pada
saat dibutuhkan
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain:
1. Kriteria obat publik dan
perbekalan kesehatan
2. Persyaratan pemasok
3. Penentuan waktu pengadaan
dan kedatangan obat
4. Penerimaan dan pemeriksaan
obat
5. Pemantauan status
pesanan
Ada beberapa kriteria obat
publik dan perbekalan kesehatan antaralain:
1. Obat termasuk dalam Daftar
Obat Publik, Obat Program Kesehatan, Obat Generik yang tercantum dalam DOEN
yang masih berlaku
2. Obat telah memiliki Izin
Edar atau Nomor Regristrasi dari Departemen Kesehatan RI
3. Batas kedaluwarsa obat pada
saat pengadaan minimal 3 tahun dan dapat ditambah 6 bulan sebelum berakhirnya
masa kedaluwarsa untuk diganti dengan obat yang masa kedaluwarsanya lebih
jauh
4. Obat memiliki Sertifikat
Analisa dan Uji Mutu yang sesuai dengan nomor batch masing-masing produk
5. Obat diproduksi oleh
Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB
6. Obat termasuk dalam katagori
VEN
Listiani mengatakan bahwa
hasil evaluasi pengadaan obat padatahun 2001 terdapat beberapa hal antara lain:
1. Penyediaan kebutuhan obat
masih terkesan klasik dalam arti kurang variatif dan belum sepenuhnya
mengakomodir kebutuhan
2. Banyak mengacu pada
kebutuhan tahun lalu dengan pertimbangan berdasarkan konsumsi tahun lalu dan
trend penyakit
3. Belum menggambarakan inovasi
akibat masih dalam “mencari pola”
4. Ketidakjelasan informasi
sehingga masih mengintip dan mencari informasi apakah pusat dan propinsi akan
juga mengirimkan obat.
Berkaitan dengan hal
tersebut, beberapa upaya yang perludilakukan antara lain:
1. Perencanaan kebutuhan obat
memerlukan strategi yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dan
lingkungan. Perencanaan yang sekarang masih mencari pola baru dan masih belum
mengacu konsep dasar ilmiah yang seharusnya dilakukan
2. Keraguan dari pelaksana
dalam mencari bentuk perencanaan di era otonomi daerah yang dapat mengakomodir
antara riil kebutuhan masyarakat dan dari pelaksana Puskesmas yang semakin
beragam permintaan
3. Kedepan diperlukan Tim
Perencanaan Kebutuhan Obat di Kabupaten / Kota yang akan menyeleksi usulan dari
Puskesmas dan dengan informasi langsung dari Instalasi Farmasi, sebagai penunjang
diperlukan Sistem Informasi Perencanaan Kebutuhan Obat.
Pengadaan obat publik dan
perbekalan kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dibiayai oleh
berbagai sumber anggaran. Oleh karena itu koordinasi dan keterpaduan
perencanaan pengadaan obat publik mutlak diperlukan, sehingga pembentukan Tim
Perencanaan Obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penggunaan dana obat melalui koordinasi, integrasi
dan sinkronisasi antar instansi terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten
/ Kota. (Kepmenkes RI No. 1412/Menkes/SK/2002).
Manfaat Perencanaan Obat
terpadu antara lain:
1. Menghindari tumpah tindih
penggunaan anggaran
2. Keterpaduan dalam evaluasi,
penggunaan dan perencanaan
3. Kesamaan persepsi antara
pemakai obat dan penyedia anggaran
4. Estimasi kebutuhan obat
lebih tepat
5. Koordinasi antara penyedia
anggaran dan pemakai obat
6. Pemanfaatan dana pengadaan
obat dapat lebih optimal
Tugas Tim Perencanaan Obat
Terpadu antara lain:
1. Mengevaluasi semua aspek
pengadaan obat tahun sebelumnya
2. Mengevaluasi ketersediaan
anggaran dan jumlah pengadaan obat
3. Merencanakan kebutuhan obat
berdasarkan estimasi kebutuhan obat publik untuk Unit Pelayanan Kesehatan Dasar
dan Program Kesehatan untuk tahun berikutnya berdasarkan data dari Unit
Pelayanan Kesehatan
Menurut Thabrany (2005),
hasil evaluasi Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM)
Depkes RI tahun 1996, terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan obat di
Kabupaten / Kota antara lain:
1. Anggaran pengadaan obat dari
berbagai sumber untuk pelayanan kesehatan dasar dan program kesehatan yang
ditetapkan oleh Kabupaten / Kota pada umumnya tidak mencukupi kebutuhan
2. Pengelolaan obat yang
berasal dari berbagai sumber anggaran belum berjalan seperti yang diharapkan
3.
Perencanaan obat belum sepenuhnya memperhitungkan semua
sumber anggaran yang ada
4.
Pendistribusian obat masih belum memenuhi jadwal distribusi
yang ditetapkan karena keterbatasan dana dan sarana yang ada
5. Penggunaan obat yang
irasional. Peresepan obat pada umumnya belum berdasarkan standar pengobatan
yang telah ditetapkan. Apabila penggunaan obat irasional dapat ditekan, maka
dapat menghemat biaya sebesar 28 %.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan
atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Manajemen
logistik obat adalah proses pengelolaan yang strategis mengenai pengadaan,
distribusi dan penyimpanan obat dalam upaya mencapai kinerja yang optimal.
Pengelolaan
obat merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efisien. Tujuan utama pengelolaan obat Kabupaten/Kota adalah
tersedianya obat yang berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan
jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di
unit pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Sistem
Pengelolaan dan Penggunaan Obat Kabupaten/Kota mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu:
perumusan kebutuhan (selection),
pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat (use). Keempat fungsi tersebut didukung
oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing andsustainability), pengelolaan informasi (information management) danpengelolaan
dan pengembangan SDM (human resources
magament).
Untuk
melakukan perencanaan kebutuhan obat harus mengetahui jelas dasar-dasarnya
misalnya antara lain seleksi obat, obat esensial, perkiraan kebutuhan obat, jaminan
mutu, seleksi penyedia (supplier) dan formularium. Ketersediaan obat secara
luas dan murah merupakan salah satu indikator penting dalam upaya pelayanan
kesehatan. Sebab obat bukan hanya untuk menyembuhkan penderita saja, akan
tetapi secara tidak langsung obat berguna untuk mencegah, mengurangi, menekan
dan memberantas berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu obat perlu dikelola
secara efektif dan efisien agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan.
Pengadaan
obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat
yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat publik dan
perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan
Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan. Pengadaan
obat publik dan perbekalan kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD)
dibiayai oleh berbagai sumber anggaran. Oleh karena itu koordinasi dan
keterpaduan perencanaan pengadaan obat publik mutlak diperlukan, sehingga
pembentukan Tim Perencanaan Obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana obat melalui koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi antar instansi terkait dengan masalah obat di setiap
Kabupaten / Kota. (Kepmenkes RI No. 1412/Menkes/SK/2002).
DAFTAR PUSTAKA
Ejournal.unsrat.ac.id
(Diakses tanggal 16 Maret 2016)
Repository.usu.ac.id
(Diakses tanggal 16 Maret 2016)
If you're looking to lose fat then you absolutely need to jump on this totally brand new personalized keto meal plan diet.
ReplyDeleteTo produce this service, licenced nutritionists, personal trainers, and professional cooks have united to develop keto meal plans that are efficient, painless, money-efficient, and delicious.
Since their first launch in 2019, 100's of clients have already completely transformed their body and well-being with the benefits a professional keto meal plan diet can give.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones offered by the keto meal plan diet.