BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Indonesia
merupakan Negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB)
penyakit menular
dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan
sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah
yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih
cepat dan akurat pula. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan
bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang
diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di
lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang
terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil langkah-langkah
dalam rangka melakukan respon KLB.
Undang-Undang No. 4 tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular serta PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular mengatur agar setiap wabah penyakit menular atau situasi yang
dapat mengarah ke wabah penyakit menular (kejadian luar biasa-KLB) harus
ditangani secara dini. Sebagai acuan pelaksanaan teknis telah diterbitkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Dalam pasal 14 Permenkes Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 disebutkan bahwa upaya
penanggulangan KLB dilakukan secara dini kurang dari 24 (dua puluh empat) jam
terhitung sejak terjadinya KLB. Oleh karena itu disusun Pedoman Penyelidikan
dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit sebagai pedoman bagi
pelaksana baik di pusat maupun di daerah. Diperlukan program yang terarah dan
sistematis, yang mengatur secara jelas peran dan tanggung jawab di semua
tingkat administrasi, baik di daerah maupun di tingkat nasional dalam
penanggulangan KLB di lapangan, sehingga dalam pelaksanaannya dapat mencapai
hasil yang optimal.
1.2. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat :
1. Mengetahui dan memahami pengertian
kejadian luar biasa (KLB) dan sistem kewaspadaan dini (SKD) KLB.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana
penyelenggaraan SKD KLB penyakit.
3. Mengetahui dan memahami peran unit
SKD KLB dan mekanisme kerja.
4. Mengetahui dan memahami indikator
kerja.
1.3.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kejadian
luar biasa (KLB) dan sistem kewaspadaan dini (SKD) KLB ?
2. Bagaimana penyelenggaraan SKD KLB
penyakit ?
3. Bagaimana peran unit SKD KLB dan
mekanisme kerja ?
4. Apakah yang termasuk dalam indikator
kerja ?
BAB
II
ISI
2.1.
PENGERTIAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Kejadian
Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk
mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. Status Kejadian
Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Berdasarkan
Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan
Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera
dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan
bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat,
yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam
rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar
biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi
kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil
pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi
(Sidemen A., 2003).
Badan
Litbangkes berkerjasama dengan Namru telah mengembangkan suatu sistem
surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut
dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem
jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan
berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia
kepusat EWORS secara cepat (BadanLitbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini
peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga
tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin.
2.2. PENGERTIAN SISTEM KEWASPADAAN DINI (SKD) KLB
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB
adalah kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya
dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk
meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya dan tindakan
penanggulangan KLB yang cepat dan tepat.
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem
Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan
dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk
mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis
dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat
terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang
dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang
berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang
telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan
kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Ruang Lingkup
Kegiatan SKD KLB meliputi kajian epidemiologi secara terus-menerus
dan sistematis terhadap penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB,
peringatan kewaspadaan dini KLB dan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
sarana dan prasarana kesehatan pemerintah, swasta dan masyarakat terhadap
kemungkinan terjadinya KLB/wabah.
2.3. PENYELENGGARAAN SISTEM
KEWASPADAAN DINI KLB PENYAKIT
Terselenggaranya kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap
kemungkinan terjadinya KLB, seperti (1) Teridentifikasinya adanya ancaman
KLB; (2) Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB; (3) Terselenggaranya
kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB; (4) Terdeteksinya secara
dini adanya kondisi rentan KLB; (5) Terdeteksinya secara dini adanya KLB; (6)
Terselenggaranya penyelidikan dugaan KLB.
Dalam penyelenggaraan SKD KLB dapat dilakukan dengan : (1)
Pengorganisasian, sesuai dengan peran dan fungsinya maka setiap Unit Pelayanan
Kesehatan, Dinas Kesehatan Kab./Kota, Provinsi dan Departemen Kesehatan RI
wajib menyelenggarakan SKD KLB dengan membentuk unit pelaksana yang bersifat fungsional
atau struktural; (2) Sasaran, sasaran SKD KLB meliputi penyakit berpotensi KLB
dan kondisi rentan KLB; (3) Kegiatan SKD KLB.
Secara umum kegiatan SKD KLB
penyakit meliputi kajian epidemiologi untuk mengidentifikasi ancaman KLB,
peringatan kewaspadaan dini KLB, peningkatan kewaspadaa n dan kesiapsiagaan
terhadap KLB. Kewaspadaan terhadap KLB berupa deteksi dini KLB, deteksi dini
kondisi rentan KLB serta penyelidikan dugaan adanya KLB.
A. Kajian
Epidemiologi Ancaman KLB
Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, maka dilakukan kajian
secara terus-menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi
KLB dengan menggunakan bahan kajian. Kajian tersebut diantaranya adalah:
1.
Data surveilans epidemiologi penyakit
berpotensi KLB.
2.
Kerentanan
masyarakat, antara lain status gizi buruk dan imunisasi yang tidak lengkap,
personal hygiene yang buruk.
3.
Kerentanan
lingkungan seperti sanitasi dan lingkungan yang buruk.
4.
Kerentanan pelayanan kesehatan seperti sumber daya,
sarana dan prasarana yang rendah atau kurang memadai.
5.
Ancaman penyebaran penyakit berpotensi KLB
dari daerah atau negara lain.
6. Sumber data lain dalam jejaring surveilans
epidemiologi.
Sumber
data surveilans epidemiologi penyakit adalah:
a.
Laporan
KLB/wabah dan hasil penyelidikan KLB.
b.
Data
epidemiologi KLB dan upaya penanggulangannya.
c.
Surveilans terpadu penyakit berbasis KLB.
d. Sistem peringatan dini KLB di rumah sakit.
Sumber
data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi, yaitu:
1.
Data
surveilans terpadu penyakit.
2.
Data surveilans khusus penyakit berpotensi
KLB.
3.
Data cakupan program. Data cakupan program
tersebut diantaranya adalah data lingkungan pemukiman, data perilaku
masyarakat, data pertanian, data meteorologi geofisika.
4.
Informasi
masyarakat sebagai laporan kewaspadaan dini.
5.
Data terkait lainnya.
Berdasarkan kajian epidemiologi
dirumuskan suatu peringatan kewaspadaan dini KLB
pada
daerah dan periode waktu tertentu.
B. Peringatan
Kewaspadaan Dini KLB
Peringatan kewaspadaan dini KLB merupakan pemberian
informasi adanya ancaman KLB pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu.
Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan KLB pada daerah
tertentu dibuat untuk jangka pendek (periode 3–6 bulan yang akan datang) dan
disampaikan kepada semua unit terkait di Dinas Kesehatan Kab./Kota, Provinsi
dan Departemen Kesehatan RI, sektor terkait dan masyarakat sehingga mendorong
peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB di unit pelayanan
kesehatan dan program terkait serta peningkatan kewaspadaan masyarakat perorangan
dan kelompok. Peringatan kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan terhadap
penyakit berpotensi KLB dalam jangka panjang (periode 5 tahun yang akan datang)
agar terjadi kesiapsiagaan yang lebih baik serta dapat dijadikan acuan
perumusan perencanaan strategis program penanggulangan KLB.
Suatu wilayah tertentu dinyatakan KLB apabila memenuhi
kriteria sbb : (a) Angka kesakitan dan atau angka kematian di suatu wilayah
(Desa/Kelurahan, Kecamatan) menunjukkan kenaikan yang mencolok (bermakna)
selama 3 kali masa observasi berturut-turut (Harian atau Mingguan), (b) Jumlah
penderita dan atau jumlah kematian di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan)
menunjukkan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (Harian, Mingguan, Bulanan)
dibandingkan dengan rata-rata dalam satu tahun terakhir, (c) Peningkatan CFR (case
fatality rate) pada suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) dalam waktu
satu bulan dibandingkan CFR bulan lalu, (d) Peningkatan jumlah kesakitan atau
kematian dalam periode waktu (Mingguan, Bulanan) di suatu wilayah
(Desa/Kelurahan, Kecamatan) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
yang lalu.
C. Peningkatan
Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB
Kewaspadaan dan peningkatan
kesiapsiagaan terhadap KLB meliputi peningkatan kegiatan surveilans untuk
deteksi dini kondisi rentan KLB, peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi
dini KLB, penyelidikan epidemiologi adanya dugaan KLB, kesiapsiagaan menghadapi
KLB dan mendorong segera dilaksanakan tindakan penggulangan KLB.
1. Deteksi Dini Kondisi Rentan KLB
Kondisi rentan KLB adalah kondisi masyarakat,
lingkungan-perilaku, dan
penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang merupakan faktor resiko terjadinya KLB. Deteksi dini
kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya kerentanan
masyarakat, kerentanan lingkungan, perilaku dan kerentanan pelayanan kesehatan
terhadap KLB dengan menerapkan cara-cara surveilans epidemiologi atau Pemantauan
Wilayah Setempat (PWS) kondisi rentan KLB. Identifikasi timbulnya kondisi
rentan KLB dapat mendorong upaya-upaya pencegahan terjadinya KLB dan
meningkatkan kewaspadaan berbagai pihak terhadap KLB.
·
Identifikasi kondisi rentan KLB
Mengidentifikasi
secara terus-menerus perubahan kondisi lingkungan, kualitas dan kuantitas
pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan KLB di daerah.
·
Pemantauan wilayah setempat kondisi
rentan KLB
Setiap
sarana pelayanan kesehatan merekam data perubahan kondisi rentan KLB menurut
desa atau kelurahan atau lokasi tertentu lainnya, menyusun tabel dan grafik PWS
kondisi rentan KLB. Setiap kondisi rentan KLB dianalisis terus-menerus
dan secara sistematis untuk mengetahui secara dini adanya ancaman KLB.
·
Penyelidikan dugaan kondisi rentan
KLB
Penyelidikan tersebut dapat
dilakukan dengan cara:
1) Sarana Pelayanan Kesehatan secara
aktif mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB dari berbagai sumber termasuk
laporan perubahan kondisi rentan oleh masyarakat, perorangan atau kelompok.
2) Di Sarana Pelayanan Kesehatan,
petugas kesehatan meneliti serta mengkaji data kondisi rentan KLB, data kondisi
kesehatan lingkungan dan perilaku masyarakat, status kesehatan masyarakat, status
pelayanan kesehatan.
3) Petugas kesehatan mewawancarai
pihak-pihak terkait yang patut diduga mengetahui adanya perubahan kondisi
rentan KLB.
4) Mengunjungi daerah yang dicurigai terdapat
perubahan kondisi rentan KLB.
2.
Deteksi dini KLB
Deteksi dini KLB merupakan
kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB
dengan
cara melakukan intensifikasi pemantauan secara terus-menerus dan sistematis
terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan perubahan kondisi rentan KLB
agar dapat mengetahui secara dini terjadinya KLB.
·
Identifikasi kasus berpotensi KLB
Penyakit berpotensi KLB adalah jenis
penyakit yang dapat menimbulkan KLB. Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke
Unit Pelayanan Kesehatan, diwawancarai kemungkinan adanya penderita lain disekitar
tempat tinggal, lingkungan sekolah, lingkungan perusahaan atau asrama yang
kemudian dapat disimpulkan dugaan adanya KLB. Adanya dugaan KLB pada suatu
lokasi tertentu diikuti dengan penyelidikan. dilanjutkan dengan penyelidikan.
·
Pemantauan wilayah setempat penyakit
berpotensi KLB
Setiap
Unit Pelayanan Kesehatan merekam data epidemiologi penderita penyakit berpotensi
KLB menurut desa atau kelurahan. Setiap Unit Pelayanan Kesehatan menyusun tabel
dan grafik pemantauan wilayah setempat KLB. Setiap Unit Pelayanan Kesehatan melakukan
analisis terus-menerus dan sistematis terhadap perkembangan penyakit yang berpotensi
KLB di daerahnya untuk mengetahui secara dini adanya KLB. Adanya dugaan peningkatan
penyakit dan faktor resiko yang berpotensi KLB diikuti dengan penyelidikan kasus.
·
Penyelidikan dugaan KLB
Penyelidikan dugaan KLB dilakukan dengan cara:
1) Di Unit Pelayanan Kesehatan, petugas
kesehatan menanyakan setiap pengunjung Unit Pelayanan Kesehatan tentang
kemungkinan adanya peningkatan sejumlah penderita penyakit yang diduga
KLB pada lokasi tertentu.
2) Di Unit Pelayanan Kesehatan, petugas
kesehatan meneliti register rawat jalan dan rawat inap terhadap kemungkinan
adanya peningkatan kasus yang dicurigai pada lokasi tertentu berdasarkan alamat
penderita, umur dan jenis kelamin atau karakteristik lain.
3) Petugas kesehatan mewawancarai kepala desa
atau pihak yang terkait yang mengetahui keadaan masyarakat tentang adanya
peningkatan kasus yang diduga KLB.
4) Membuka pos pelayanan di lokasi yang diduga
terjadi KLB dan menganalisis data penderita berobat untuk mengetahui
kemungkinan adanya peningkatan penyakit yang dicurigai.
5) Mengunjungi rumah-rumah penderita yang
dicurigai atau kunjungan dari rumah ke rumah terhadap semua penduduk tergantung
pilihan tim penyelidikan.
3.
Deteksi Dini KLB Melalui Pelaporan Kewaspadaan Oleh Masyarakat
Laporan
kewaspadaan KLB merupakan laporan adanya seorang atau sekelompok
penderita
atau tersangka penderita penyakit berpotensi KLB pada suatu daerah atau lokasi
tertentu. Isi laporan kewaspadaan terdiri dari jenis penyakit, gejala-gejala
penyakit, desa/lurah, kecamatan dan kabupaten/kota tempat kejadian, waktu
kejadian, jumlah penderita dan jumlah meninggal. Perorangan dan organisasi yang
wajib membuat Laporan Kewaspadaan KLB antara lain:
1)
Orang
yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit berpotensi
KLB, yaitu orangtua penderita atau tersangka penderita, orang dewasa yang
tinggal serumah dengan penderita atau tersangka penderita, Ketua RT, Ketua RW,
Ketua Rukun Kampung atau Kepala Dukuh yang mengetahui adanya penderita atau
tersangka penderita tersebut.
2)
Petugas
kesehatan yang memeriksa penderita, atau memeriksa bahan-bahan pemeriksaan
penderita penyakit yang berpotensi KLB, yaitu dokter atau petugas kesehatan,
dokter hewan yang memeriksa hewan sumber penyakit menular berpotensi KLB dan
petugas laboratorium yang memeriksa specimen penderita atau tersangka penderita
penyakit berpotensi KLB.
3)
Kepala
instansi yang terkait seperti kepala pelabuhan laut, kepala stasiun kereta api,
kepala bandar udara, kepala terminal kendaraan bermotor, kepala asrama, kepala
sekolah, pimpinan perusahaan, kepala kantor pemerintah dan swasta, kepala Unit
Pelayanan Kesehatan.
4)
Nahkoda
kapal, pilot pesawat terbang dan pengemudi angkutan darat.
4.
Kesiapsiagaan
Menghadapi KLB
Kesiapsiagaan menghadapi KLB dilakukan terhadap SDM, sistem
konsultasi dan
referensi,
sarana penunjang, laboratorium dan anggaran biaya, strategi dan tim
penanggulangan KLB serta jejaring kerja
tim penanggulangan KLB Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.
·
Kesiapsiagaan sumber daya manusia
Tenaga
yang harus disiapkan adalah tenaga dokter, perawat, surveilans epidemiologi, sanitarian
dan entomologi serta tenaga lain sesuai dengan kebutuhan. Tenaga ini harus
menguasai pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang diprioritaskan di
daerahnya. Pada daerah yang sering terjadi KLB harus memperkuat SDM sampai di
Puskesmas, Rumah Sakit dan bahkan di masyarakat, tetapi pada KLB yang jarang
terjadi memerlukan peningkatan SDM di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi dan atau di Departemen Kesehatan saja.
·
Kesiapsiagaan sistem konsultasi dan
referensi
Setiap KLB mempunyai cara-cara penyelidikan dan
penanggulangan yang berbeda-beda, bahkan setiap daerah memiliki pola KLB yang
berbeda-beda juga. Oleh karena itu, setiap daerah harus mengidentifikasi dan
bekerjasama dengan para ahli, baik para ahli setempat, Kabupaten/Kota atau Provinsi
lain, nasional dan internasional, termasuk rujukan laboratorium. Kesiapsiagaan
juga dilakukan dengan melengkapi kepustakaan dengan referensi berbagai jenis
penyakit berpotensi KLB.
·
Kesiapsiagaan sarana penunjang dan
anggaran biaya
Sarana penunjang penting yang harus dimiliki adalah
peralatan komunikasi, transportasi, obat-obatan, laboratorium, bahan dan
peralatan lainnya, termasuk pengadaan anggaran dalam jumlah yang memadai
apabila terjadinya suatu KLB.
·
Kesiapsiagaan strategi dan tim penanggulangan
KLB
Setiap daerah menyiapkan pedoman penyelidikan-penanggulangan
KLB dan membentuk tim penyelidikan-penanggulan KLB yang melibatkan lintas
program dan Unit-Unit Pelayanan Kesehatan.
·
Kesiapsiagaan kerjasama
penanggulangan KLB kabupaten/kota, provinsi dan pusat
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan
Departemen Kesehatan melalui Ditjen PPM&PL serta unit terkait membangun
jejaring kerjasama penanggulangan KLB.
5.
Tindakan Penanggulangan KLB Yang
Cepat dan Tepat
Setiap daerah menetapkan mekanisme
agar setiap kejadian KLB dapat terdeteksi dini dan dilakukan tindakan
penanggulangan dengan cepat dan tepat. Tindakan penanggulangan KLB yang cepat
dan tepat dilakukan dengan:
·
Advokasi dan asistensi penyelenggaran
SKD KLB
Advokasi dan asistensi tujuannya agar SKD KLB berjalan
secara terus-menerus dengan dukungan dari pihak yang terkait.
·
Pengembangan SKD-KLB darurat
Untuk menghadapi ancaman terjadinya KLB penyakit tertentu
yang sangat serius dapat dikembangkan dan atau ditingkatkan SKD-KLB penyakit tertentu
dan dalam periode waktu terbatas dan wilayah terbatas.
2.4. PERAN UNIT SKD-KLB DAN MEKANISME
KERJA
Masing masing unit yang ada dijajaran kesehatan dapat
berperan sebagai berikut: (1) Peran Dinas Kesehatan Provinsi: Kajian
Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan
Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB, Advokasi dan Asistensi
Penyelenggaraan SKD KLB; (2) Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota: Kajian
Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan
Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB, Advokasi dan Asistensi
Penyelenggaraan SKD KLB, Pengembangan SKD KLB Darurat; (3) Peran Puskesmas:
Kajian Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan
Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB; (4) Peran Masyarakat (perorangan,
kelompok dan masyarakat): Peningkatan kegiatan pemantauan perubahan kondisi
rentan; Peningkatan kegiatan pemantauan perkembangan penyakit dengan
melapor kepada puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai laporan
kewaspadan dini; Melaksanakan penyuluhan serta mendorong kewaspadaan KLB di
tengah masyarakat; Melakukan identifikasi penderita, pengenalan tatalaksana
kasus dan rujukan serta upaya pencegahan dan pemberantasan tingkat awal.
2.5. INDIKATOR KINERJA
Indikator kinerja SKD KLB adalah:
1. Kajian dan peringatan kewaspadaan
dini KLB secara teratur setidak-tidaknya setiap bulan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Departemen Kesehatan RI.
2. Terselenggaranya deteksi dini KLB
penyakit berpotensi KLB prioritas di Puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium.
3. Kegiatan penyelidikan dan
penanggulangan KLB yang cepat dan tepat terlaksana kurang dari 24 jam sejak
teridentifikasi adanya KLB atau dugaan KLB.
4. Tidak terjadi KLB yang besar dan
berkepanjangan.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB
adalah kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan
dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya dan
tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat,
diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang
diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di
lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang
terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil langkah-langkah
dalam rangka melakukan respon KLB. Upaya penanggulangan KLB dilakukan secara
dini kurang dari 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya KLB. Oleh
karena itu disusun Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
(KLB) Penyakit sebagai pedoman bagi pelaksana baik di pusat maupun di daerah.
No comments:
Post a Comment